#NavbarMenu { background:#ccc; width:968px; height:32px; color:#FFF; font:bold 8px Arial, Tahoma, Verdana; clear:both; margin:0 auto; padding:0} #NavbarMenuleft { width:955px; float:left; margin:0; padding:0 } #nav li { list-style:none; float:left; margin:0; padding:0 } #nav li a,#nav li a:link,#nav li a:visited { color:#fff; display:block; text-transform:capitalize; font:normal 12px Georgia, Times New Roman; margin:0; padding:12px 11px 8px } #nav li a:hover,#nav li a:active { background:#ccc; color:#FFF; text-decoration:none; border-right:1px solid #296204; border-bottom:1px solid #296204; border-left:1px solid #296204; margin:0; padding:12px 9px 8px } #nav li li a,#nav li li a:link,#nav li li a:visited { background:#ccc; width:200px; color:#fff; text-transform:capitalize; float:none; border-bottom:1px solid #0d2601; border-left:1px solid #0d2601; border-right:1px solid #0d2601; font:normal 14px Georgia, Times New Roman; margin:0; padding:7px 10px } #nav li li a:hover,#nav li li a:active { background:#184303; color:#fff; padding:7px 10px } #nav li a.enclose,#nav li a.enclose:visited { border-top:1px solid #000 } #nav li ul { z-index:9999; position:absolute; left:-999em; height:auto; width:170px; margin:0; padding:0 } #nav li ul a { width:140px } #nav li ul ul { margin:-75px 0 0 171px } #nav li:hover ul ul,#nav li:hover ul ul ul,#nav li.sfhover ul ul,#nav li.sfhover ul ul ul { left:-999em } #nav li:hover ul,#nav li li:hover ul,#nav li li li:hover ul,#nav li.sfhover ul,#nav li li.sfhover ul,#nav li li li.sfhover ul { left:auto } #nav li:hover,#nav li.sfhover { position:static } #subnavbar { background:#004313; width:968px; height:24px; color:#FFF; margin:0; padding:0 } #subnav li a,#subnav li a:link,#subnav li a:visited { color:#f9fc01; display:block; font-size:11px; text-transform:capitalize; margin:0 5px 0 0; padding:3px 13px } #subnav li a:hover,#subnav li a:active { color:#DCD900; display:block; text-decoration:none; margin:0 5px 0 0; padding:3px 13px } #nav ul,#subnav ul,#subnav li { float:left; list-style:none; margin:0; padding:0 } *,#nav,#subnav { margin:0; padding:0 } #NavbarMenu { background:#ccc; width:968px; height:32px; color:#FFF; font:bold 8px Arial, Tahoma, Verdana; clear:both; margin:0 auto; padding:0} #NavbarMenuleft { width:955px; float:left; margin:0; padding:0 } #nav li { list-style:none; float:left; margin:0; padding:0 } #nav li a,#nav li a:link,#nav li a:visited { color:#fff; display:block; text-transform:capitalize; font:normal 12px Georgia, Times New Roman; margin:0; padding:12px 11px 8px } #nav li a:hover,#nav li a:active { background:#ccc; color:#FFF; text-decoration:none; border-right:1px solid #296204; border-bottom:1px solid #296204; border-left:1px solid #296204; margin:0; padding:12px 9px 8px } #nav li li a,#nav li li a:link,#nav li li a:visited { background:#ccc; width:200px; color:#fff; text-transform:capitalize; float:none; border-bottom:1px solid #0d2601; border-left:1px solid #0d2601; border-right:1px solid #0d2601; font:normal 14px Georgia, Times New Roman; margin:0; padding:7px 10px } #nav li li a:hover,#nav li li a:active { background:#184303; color:#fff; padding:7px 10px } #nav li a.enclose,#nav li a.enclose:visited { border-top:1px solid #000 } #nav li ul { z-index:9999; position:absolute; left:-999em; height:auto; width:170px; margin:0; padding:0 } #nav li ul a { width:140px } #nav li ul ul { margin:-75px 0 0 171px } #nav li:hover ul ul,#nav li:hover ul ul ul,#nav li.sfhover ul ul,#nav li.sfhover ul ul ul { left:-999em } #nav li:hover ul,#nav li li:hover ul,#nav li li li:hover ul,#nav li.sfhover ul,#nav li li.sfhover ul,#nav li li li.sfhover ul { left:auto } #nav li:hover,#nav li.sfhover { position:static } #subnavbar { background:#004313; width:968px; height:24px; color:#FFF; margin:0; padding:0 } #subnav li a,#subnav li a:link,#subnav li a:visited { color:#f9fc01; display:block; font-size:11px; text-transform:capitalize; margin:0 5px 0 0; padding:3px 13px } #subnav li a:hover,#subnav li a:active { color:#DCD900; display:block; text-decoration:none; margin:0 5px 0 0; padding:3px 13px } #nav ul,#subnav ul,#subnav li { float:left; list-style:none; margin:0; padding:0 } *,#nav,#subnav { margin:0; padding:0 }

Selasa, 08 November 2011

SEJARAH VIDEO PORNO DI INDONESIA

Seruu.com - Video yang mempertontonkan adegan intim antara lelaki dan perempuan nampaknya saat ini sudah barang yang tabu dan sulit ditemui, namun tahukan Anda pada awal tahun 2000an sangat sulit untuk mendapatkan tayangan adegan yang 'aktor dan aktris'-nya murni orang Indonesia. Jelas yang dimaksud tidak sama dengan adegan dalam sebuah film yang diproduksi oleh industri (film bioskop).

Yah, video porno atau mesum memang mulai marak dan menjadi booming pasca handphone generasi kamera mulai memasuki pasaran, sehingga ruang-ruang yang tadinya tidak bisa dimasuki dan sulit untuk dapat diabadikan karena butuh orang ketiga untuk mengoperasikan alat perekam gambar (kamera) kini dengan mudah dapat dimasukkan dan dikonversi menjadi sebuah tayangan, film pendek made in sendiri.

Perkembangan internet, konversi file dan program untuk memutar film yang cukup cepat menjadi faktor utama selain rasa ingin tahu yang alami dari setiap manusia atas peredaran dan 'pembelajaran' dari cara membuat, mengcopy, mempublikasikan, mengedarkan, mengunduh hingga memainkan (menonton) sebuah video porno.

Setelah buka sekian banyak referensi akhirnya seruu.com mendapatkan jejak pertama dari peredaran film porno Indonesia baik yang dibuat (ada sutradara dan pemain) maupun kreasi sendiri (home made) yang cukup terkenal pada zamannya.

Dalam situs kampanye Jangan Bugil Didepan Kamera disebutkan pada 2001 dan 2002, ditemukan 6 buah VCD porno buatan lokal yang disebarkan dan diperjualbelikan di Indonesia. Dapat dianggap sebagai VCD porno lokal generasi awal, karena isinya mempertontonkan ketelanjangan, hubungan sexual dan nilai-nilai penguat lainnya seperti dialog mesum, kesengajaan berakting, scene-scene / adegan yang ditata dan pengambilan gambar secara sembunyi (hidden camera).

6 VCD Porno yang ditemukan di tahun 2001-2002 menjadi sebuah fenomena penanda bangkitnya industri tayangan sex ilegal di Indonesia. Secara kronologis, munculnya 6 film porno Indonesia yang dikemas dalam keping VCD dapat di jelaskan sebagai berikut:



* Tahun 2000, sebuah film porno dengan judul Anak Ingusan menjadi film sex hardcore pertama buatan lokal. Scene-scene awal dimulai dengan sebuah dialog antara seorang lelaki hidung belang dan seorang wanita pekerja sex komersial yang sepakat melakukan hubungan sex. Adegan berpindah ke lokasi tempat tidur yang
mempertontonkan hubungan sex pasangan tersebut selama 13 menit. Adegan berikutnya mempertontonkan aktor wanita dalam film tersebut melakukan aktifitas masturbasi.

Pada saat yang sama, sang aktor wanita menerima telepon dari calon klien. Lalu dipertontonkan adegan mandi bersama pasangan tersebut. Majalah Tempo memuat laporan investigasi atas VCD ini dan memperkirakan proses pembuatan film ini menggunakan sebuah losmen di Tretes, Jawa Timur pada 13 Juli 2000. dan mulai disebarluaskan sekitar bulan Agustus atau September di tahun yang sama (Tempo, 12 November 2001).

Pekerja sex komersial yang dijadikan artis utama film porno ini dibayar Rp. 2.000.000,-. Aktor pria ditenggarai bernama Mahfud, seorang kuli bangunan dan Amin seorang pengangguran. Para aktor laki-laki ditangkap polisi di bulan oktober 2001, setahun setelah film porno itu dirilis. Sementara aktor wanita dalam film ini tidak ditangkap polisi dan sempat muncul di dalam sebuah artikel wawancara yang diterbitkan majalah Liberty Surabaya.
* Tahun 2001, sebuah film porno dengan konsep yang sangat berbeda. Terkenal dengan judul Bandung Lautan Asmara yang mempertontonkan sepasang mahasiswa melakukan hubungan sex di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Aktor film porno tersebut adalah Adi Bin Achmad (Amed), seorang mahasiswa Itenas Bandung berusia 20 tahun dan Nanda, mahasiwa Universitas Padjajaran Bandung berusia 19 tahun.

Film ini adalah film dokumentasi aktifitas sexual yang dibuat (awalnya) sebagai film pribadi. Amed dan Nanda melakukan berbagai macam aktifitas hubungan sex dengan berbagai macam variasi dalam durasi 60 menit. Adegan awal film memperlihatkan sebuah grup mahasiswa yang sedang berkumpul di sebuah ruangan hotel. Tidak ada yang menyangka, grup mahasiswa ini tampak ceria, ngobrol tanpa beban apapun tanpa ada tanda-tanda bahwa film ini adalah sebuah film porno.

Scene-scene berikutnya berubah 180 derajat, ketika Amed dan Nanda tampak hanya berdua di ruangan hotel dan mulai melakukan hubungan sex di tempat tidur dan berindah menggunakan set kamar mandi hotel untuk beberapa adegan lainnya. VCD Bandung Lautan Asmara dibuat menggunakan tehnik dokumentasi dan tidak ada unsur dramatisasi adegan.

Jenis film ini menjadi tonggak awal bermunculannya film dokumentasi sex lainnya yang jumlahnya kelak akan mencapai 500 buah di tahun 2006. Rekaman film Bandung Lautan Asmara tersebar luas di kalangan masyarakat akibat kecerobohan Amed yang mentransfer rekaman filmnya di sebuah toko VCD yang melayani jasa syuting pengantin dan transfer VCD.

Seorang pekerja toko VCD tersebut dengan iseng mengcopy rekaman film sex tersebut dan menyebarkannya ke publik tanpa sepengetahuan Amed. Rekaman adegan sex Amed dan Nanda tercatat sebagai film sex Indonesia yang tersebar paling banyak di seantero negeri. Jumlahnya diprediksikan sekitar 15 juta keping VCD dan telah didownload lewat internet sebanyak 30 juta kali sejak tahun 2001. Polisi telah menangkap penyebar pertama film tersebut yang bernama Yayan, seorang pekerja toko VCD. Setelah itu, Amed dan Nanda diciduk dan diinterograsi polisi akibat perbuatannya.

* Tahun 2001, Medan Lautan Asmara : Dalam waktu kurang dari 6 bulan, sebuah film porno lainnya dengan menggunakan setting sebuah hotel murahan di kota Medan. Isinya berupa rekaman adegan sex sepasang muda-mudi yang baru melakukan hubungan sex antar mereka untuk pertama kali.

Hal ini bisa dibuktikan lewat dialog yang terjadi antara aktor lak-laki dan wanita. Aktor wanita tampak tertekan dan cemas, sementara aktor lelaki tampak memaksa untuk melakukan sex sesegera mungkin. Ini rekaman pertama film sex Indonesia yang dibuat atas dasar pemaksaan. Sayangnya sampai sekarang, belum terungkap latar belakang dan para pelaku pembuatan film ini. Walaupun sudah menyebar luas di masyarakat.

* Tahun 2002, Casting Iklan Sabun : Sebuah kegilaan baru dunia pornografi di Indonesia ketika menampilkan film porno yang dibuat dengan cara menipu para pemainnya. Penipuan terjadi, karena 8 artis yang ditampilkan dalam film ini direkam pada saat mereka menjalankan proses casting untuk sebuah produk sabun yang notabene adalah akal-akalan sang pembuat film porno untuk bisa merekam kemolekan tubuh para artis wanita yang dicastingnya.

Sebagian dari para artis ditampilkan bugil, mereka berusia 16 hingga 22 tahun. Sepanjang rekaman casting, para artis wanita tersebut menjalankan berbagai permintaan sang pengarah adegan, termasuk membuka pakaian mereka satu persatu. Adegan film ini ditutup dengan menampilkan sepasang perempuan dalam keadaan telanjang berpose di atas tempat tidur. Casting sabun yang dijalankan ternyata sebuah casting bohongan.

George Irvan, pemilik perusahaan PT Indocho Rama, rumah produksi yang membuat video casting ini ditangkap polisi atas penipuan dan penyebaran film casting yang dibuatnya. Para artis yang terlibat dalam pembuatan film ini mengaku, mereka tidak menyadari bahwa casting sabun yang mereka lakukan hanya sebuah tipuan. Dan mereka merasa dipermalukan luar dalam, hanya karena harapan menjadi artis terkenal, berubah menjadi mimpi buruk.

* Tahun 2002, Gadis Baliku : Saat bersamaan, muncul film porno lainnya yang menggunakan setting lokasi di pulau Bali. Ini film porno Indonesia yang pertama menampilkan pemain lokal dan pemain asing dalam satu frame adegan sex. Film ini dibuat dengan menggunakan pendekatan produksi film drama, shot-shot kamera yang dibuat berdasarkan standar film-film porno komersial. Adegannya dibuat dengan pendekatan : Sex dan kekerasan. Walaupun sudah tersebar luas, film ini tidak diketahui secara pasti siapa-siapa saja nama aktor dan pembuatnya.

* Tahun 2003 : Tersebarnya VCD Ganti Baju : Tayangan setengah bugil 9 artis terkenal Indonesia. Film ini dikenal sebagai tayangan porno yang dibuat dengan kamera tersembunyi pertama kali di Indonesia. Melibatkan sejumlah nama terkenal seperti Rachel Maryam, Shanti, Sarah Azhari, Meggy Megawati, Yosephine Waas dan Femmy Permatasari.

Durasinya 30 menit dan menampilkan satu persatu artis-artis terkenal tersebut menyiapkan busana dan melakukan beberapa kali penggantian baju. Kamera tersembunyi ditempatkan dibalik cermin. Para artis tidak menyadari bahwa kemolekan tubuhnya pada saat melepaskan busana terekam lewat kamera tersembunyi yang sengaja dipasang di belakang cermin yang digunakannya. Sebenarnya, proses perekaman film ini dilakukan pada Oktober 1997 di sebuah studio foto milik Budi Han.

Namun rekaman ini baru tersebar dalam bentuk keping-keping VCD di April 2003. Para Artis yang dicemarkan nama baiknya akibat penyebaran rekaman video porno yang menampilkan tubuhnya dalam keadaan telanjang, melakukan tuntutan secara hukum terhadap Budi Han dan 2 asistennya.

Semua film tersebut diatas masih diproduksi dalam bentuk VCD dan beberapa kemudian bisa diunduh dan beredar melalui internet. Sementara semua juga masih menggunakan Handycam sebagai media untuk membuat dan menyimpan gambar.

Ketika HP kamera sudah jadi trend maka bermunculanlah berbagai video yang dengan mudah akan kita dapatkan kumpulannya dibeberapa situs penyimpan berkas seperti ziddu.com, fileupload.com, megaupload.com, rapidshare.com dan lain-lain.

Nah salah satunya yang fenomenal sebelum akhirnya sampai ke video Ariel Peterporn yang jadi hits saat ini adalah video mesum anggota DPR, Yahya Zaini dan artis dangdut Maria Eva yang menjadi skandal video mesum yang terheboh pada zamannya yang melibatkan anggota dewan yang terhormat.

Dibuat dengan kamera Handphone, video yang heboh ditahun 2006 tersebut sudah cukup terang saat diunggah dan menyebar di internet. Kalau anda lupa , mungkin akan langsung teringat dengan kata-kata yang ramai dan kalau sudah ada twitter pasti menjadi trending topic internasional, yaitu kata-kata Maria Eva yang mengomentari 'milik' Yahya Zaini, "kok kecil".

Dalam skandal tersebut dua pengacara tenar akhirnya turun tangan yaitu Hotman Paris Hutapea yang menjadi kuasa hukum Yahya Zaini dan Ruhut Sitompul (sekarang anggota dewan bro) yang menjadi kuasa hukum Maria Eva.